Suku Sentani
Suku Sentani bermukim di tepi danau dan pulau-pulau kecil di tengah Danau Sentani. Cerita rakyat Suku Sentani menyebutkan Suku Sentani berasal dari arah timur (Papua Nugini), tepatnya dari Vanimo yang bernama Fonomyo Wauwauyo atau sekarang disebut Honong Wauwau. Dinamakan Honong Wauwau karena mereka berasal dari Gunung Honong, Papua Nugini.
Asal Usul Suku Sentani
Dalam perjalanan migrasi tersebut Suku Sentani ini dipimpin oleh Ondoafi (pemimpin adat tertinggi) pertama dari timur dengan menaiki seekor ular besar. Konon sang Ondoafi datang bersama ular besar dilatarbelakangi oleh cerita bahwa Ondoafi saat itu memiliki seorang anak yang menderita luka bisul.
Saat diadakan upacara-upacara adat, semua teman anak Ondoafi memiliki asesoris atau perlengkapan tari-tarian namun anak Ondoafi ini tidak melengkapi dirinya dengan asesoris tari-tarian sehingga neneknya menyuruh dia untuk mengambil busur dan anak panah serta burung cenderawasih agar dapat ikut menari dalam upacara adat.
Sebelumnya dia harus mengambil dulu burung cenderawasih di satu pohon. Pesan nenek agar jangan sembarang mengambilnya tapi harus diambil yang besar. Cucunya pergi dan menunggu di dekat satu pohon hingga datanglah seekor burung cenderawasih besar itu dan hinggap di pucuknya, maka ditangkaplah burung tersebut dan dibawa pulang.
Anak Ondoafi ini lalu membuat asesoris tarian dari burung cenderawasih ini. Keesokan paginya di depan rumah Ondoafi melingkar seekor ular besar dengan mulut terbuka sehingga mengejutkan orang-orang yang baru terbangun. Sang nenek keluar sambil membawa harta kepada si ular agar mau menutup mulutnya karena pikirnya ular itu datang untuk menuntut mereka karena mengambil bulu burung cenderawasih.
Ternyata yang diambil itu bukan bulu burung cenderawasih tetapi bibi dari tuan tanah, maka sang ular menutup mulutnya dan menghiasi kepala anak Ondoafi dengan bulu burung cenderawasih. Anak Ondoafi ini lalu menaiki ular tersebut yang telah dianggap sebagai miliknya, ular itu dianggapnya sebagai tuan tanah, Mereka berdua berangkat menuju arah barat hingga sampai di Teluk Youtefa lalu naik lagi hingga tiba di Danau Sentani. Di Danau Sentani ini mereka berhenti di bukit yang bernama Yomokho Wali Yanggo.
Karena kisah ini maka semua orang dari timur pergi mengikuti si anak Ondoafi tersebut yang dianggap sebagai pemimpin mereka yang dibawa oleh ular (sang tuan tanah). Mereka berkata, “Di manapun tuan tanah kami berada, kami pun akan berada di sana”, lalu mereka pergi mengikutinya ke arah barat.
Orang-orang ini ada yang datang melalui darat, tanah (bawah tanah), dan langit dengan tujuan mencari anak Ondoafi tersebut. Mereka kemudian memanggil angin utara dan angin selatan untuk mendorong rakit mereka, menuju tempat tuan tanah mereka berada.
Mitos lainnya, dari nama Kampung Waena dapat diketahui asal usul suku Sentani. Waena terdiri dari dua suku kata, yang masing-masing memiliki arti; yaitu wa nama sebuah suku, dan ena: arah timur. Jadi nama Waena berarti “suku yang berasal dari arah timur (Papua Nugini)”, yang artinya penduduk orang Waena, Asei, Yoka dan Ayapo, semuanya berasal dari timur.
Mereka datang dari timur dipimpin oleh seorang tokoh adat saat masih berada di perbatasan Papua Nugini dan Papua.
Asal mula keberadaan Suku Sentani
Suku sentani dahulunya disebut Honong wauwauyo. Mereka datang pertama kali lewat belakang Kampung Yoka Hebebulu dari timur, lalu lewat Nafri dan Abe hingga sampai di Pleubhe, yaitu jalan baru ke Puai.
Di antara Puai dan Yoka mereka kemudian tembus sampai tepi Danau Yoka yang disebut juga Pantai Ihai, dari tempat ini mereka melihat ada sebuah pulau yang indah di tengah danau, itulah Pulau Asei, karena mereka melihat di tempat itu aman dari semua bahaya. Akhirnya mereka tinggal di Pulau Asei dan menjadikannya sebagai kampung mereka.
Suku Sentani tidak menyukai konflik. Untuk menghindari atau menyelesaikan konflik, mereka lebih suka mencari daerah hunian baru, yaitu pulau-pulau yang belum berpenghuni. Kampung Waena terbentuk karena terjadi konflik kakak beradik di Pulau Asei. Penduduk Waena merupakan pindahan dari Pulau Asei.
Cerita rakyat Sentani versi lainnya, menyatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari Papua Nugini yang bermigrasi untuk mencari wilayah baru.
Terdapat Tiga Wilayah Suku Sentani
Ada tiga tempat di wilayah Sentani sebagai kampung tua atau kampung awal yang ditempati leluhur mereka sebelum menyebar lebih luas yaitu:
1. Bukit Yomokho, dalam perkembangannya kemudian mereka pindah ke Pulau Ohei (Kampung Asei), Ayapo, Waena, dan Yoka
2. Pulau Ajau (Kampung Ifar Besar), dan kemudian sebagian pindah ke Ifar Kecil, Sibaobai, Yabuai, Sereh, Puyoh Kecil
3. Pulau Yonokhom (Kampung Kwadeware), dalam perkembangannya kemudian sebagian pindah ke Doyo, Sosiri, Yakonde, dan Dondai.
Cerita rakyat dari Sentani walaupun kelihatan aneh, tetapi terdapat informasi awal yaitu pada masa lalu pernah ada migrasi dari Papua Nugini ke Sentani serta di dalam cerita rakyat tersebut juga menyebut asal usul tempat.
Penelitian arkeologi di Danau Sentani tepatnya di Pulau Kwadeware, berhasil menemukan artefak gerabah asal Papua Nugini. Kwadeware merupakan pulau kecil di tengah Danau Sentani.
Pecahan gerabah banyak ditemukan di permukaan tanah. Yang membuat menarik adalah motif hias gerabah dari Situs Kwadeware memiliki kesamaan dengan motif hias gerabah yang ditemukan di Gua Lachitu dan Gua Taora di Vanimo, Papua Nugini.
Dengan melihat hal ini, diasumsikan bahwa pada masa prasejarah, telah terjadi kontak antara penduduk yang bermukim di Danau Sentani dengan penduduk Vanimo, Papua Nugini.